Connect with us

Analisis

Ketegangan AS-Iran: Dampak Ekonomi Global dan Indonesia

Published

on

Surat dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tiba di tangan Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dalam sebuah pertemuan yang dilakukan dengan sangat diam-diam oleh pejabat Emirat. Isi surat tersebut, yang sempat diungkapkan Trump dalam wawancara dengan Fox News, cukup mengejutkan: “Saya harap kalian negosiasi, karena kalau kami menggunakan kekuatan militer, itu akan mengerikan.” Di Teheran, surat ini memicu ketegangan yang tak hanya mengguncang Timur Tengah, tetapi juga menggema hingga Jakarta, mengguncang pasar dan memunculkan ancaman badai ekonomi global.

Ayatollah Khamenei, begitu surat itu tiba, langsung mengecam AS sebagai “pemerintah penindas” yang tak layak diajak berbicara. Ia menyebut ancaman tersebut “irasional” dan bersumpah untuk memberikan “pukulan balasan” yang setimpal. Presiden Masoud Pezeshkian, pada akhir Maret, menolak dialog langsung, meskipun ia membuka celah untuk negosiasi tak langsung. Di Washington, Michael Waltz dengan tegas mengatakan bahwa Iran harus menghentikan program nuklirnya atau menghadapi konsekuensinya. Ketegangan meningkat, dan pasar energi dunia mulai berguncang.

Donasi ke Vichara via Saweria

Dukung Vichara dengan berdonasi 💛

Surat ini seolah menjadi pengingat bahwa dunia berdiri di ambang jurang perang yang bisa meruntuhkan ekonomi global. Iran, yang menguasai Selat Hormuz—jalur vital pengangkutan minyak dunia yang menyumbang sekitar 20-30% pasokan global—dapat menutup selat tersebut sebagai respons terhadap serangan AS. Jika itu terjadi, harga minyak diperkirakan akan melonjak tajam, dari $80 per barel menjadi $150 dalam waktu singkat. Bukan hanya itu, ketegangan ini juga memperburuk ketidakpastian ekonomi global, dengan inflasi yang mengintai di banyak negara, termasuk Indonesia.

Proksi Iran, seperti Houthi di Yaman, dapat memperburuk situasi dengan menutup Selat Bab al-Mandab, yang mengalirkan 7 juta barel minyak per hari. Jika kedua selat utama tersebut terhambat, sepertiga pasokan minyak dunia bisa terhenti. Harga minyak bisa mencapai $300 per barel—sebuah skenario yang mungkin terjadi dalam krisis energi ekstrem. Dengan cadangan minyak global yang hanya cukup untuk 50-60 hari, dampaknya akan sangat besar, terlebih jika koordinasi antara negara-negara besar gagal.

Negara-negara Teluk, terutama sekutu AS yang membantu serangannya seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, akan menjadi target serangan besar-besaran. Arab Saudi, misalnya, memompa sekitar 12 juta barel minyak per hari, namun serangan Houthi pada 2019 sempat memotong separuh produksinya dalam semalam. Dalam sebuah perang besar, kilang-kilang akan hancur, pipa-pipa rusak, dan ekspor minyak dari kawasan ini bisa turun drastis hingga 10 juta barel per hari. Keadaan ini akan menciptakan krisis energi terbesar sejak Perang Dunia II, yang langsung mengguncang ekonomi Indonesia.

Di pasar finansial global, dampak dari ketegangan ini sangat terasa. Indeks saham dunia, seperti S&P 500, diperkirakan akan jatuh 20-30% dalam waktu seminggu. Dolar AS yang memegang 60% cadangan devisa dunia, justru menguat, namun itu juga menjadi beban bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, yang sangat bergantung pada impor energi. Harga emas melonjak ke angka $3,000 per ons, dan kelangkaan barang mulai terasa di seluruh dunia: kapal kargo terhenti, dan industri otomotif serta plastik mulai lumpuh.

Indonesia, yang mengimpor sekitar 700.000 barel minyak per hari, langsung merasakan dampaknya. Jika harga minyak global melonjak, harga BBM domestik akan ikut naik, dan inflasi bisa meroket hingga 10-15%. Rupiah diperkirakan akan terdepresiasi hingga Rp20.000 per dolar, sementara cadangan devisa Indonesia yang saat ini sebesar $140 miliar akan terkuras untuk menutupi impor energi dan pangan. Guncangan ini akan langsung terasa di dapur rakyat, mempengaruhi daya beli masyarakat dan menggerus anggaran negara.

Indonesia sangat bergantung pada energi impor. Jika harga minyak melonjak, subsidi BBM yang mencapai Rp500 triliun per tahun dalam APBN 2024 akan langsung tergerus. Kondisi ini akan memperburuk sektor-sektor lain, seperti pendidikan dan kesehatan, yang anggarannya bisa terpangkas. Ekspor komoditas seperti sawit dan nikel mungkin akan meningkat, namun permintaan global dari China dan Eropa diperkirakan menurun karena resesi yang terjadi di kedua kawasan tersebut. Di pasar tradisional, harga beras dan kedelai akan melambung, memperburuk kehidupan keluarga miskin yang sudah kesulitan.

Dampak sosial akan semakin terasa. Inflasi pangan yang melambung bisa memicu protes besar-besaran, mengingat Indonesia pernah mengalami kerusuhan besar pada 1998 akibat kenaikan harga BBM. Di perkotaan, antrean panjang di SPBU dan lonjakan biaya transportasi akan membuat masyarakat semakin tertekan. Di pedesaan, petani yang kesulitan mendapatkan pupuk impor akan menghadapi penurunan hasil panen. Tanpa intervensi cepat, ketegangan sosial ini bisa meletus, mengingat trauma sosial yang masih terasa dari kerusuhan masa lalu.

Langkah-langkah penyelamatan harus segera dimulai. Untuk menghadapi ancaman krisis energi, Indonesia perlu meningkatkan produksi minyak domestik yang saat ini hanya 600.000 barel per hari. Investasi sekitar $5 miliar bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi di Cepu dan Natuna, meskipun hasilnya baru bisa terlihat dalam 2-3 tahun. Selain itu, pengembangan gas alam dan biofuel dari sawit (B50/B100) bisa mengurangi ketergantungan impor minyak sebesar 20-30% dalam waktu enam bulan. Indonesia juga harus memperbesar stok minyak nasional, yang saat ini hanya cukup untuk 20-30 hari, menjadi 90 hari dengan fasilitas penyimpanan yang memadai.

Untuk menjaga kestabilan ekonomi, Bank Indonesia bisa menaikkan suku bunga sebesar 1-2%, meskipun hal ini berisiko memperlambat investasi. Proyek Ibu Kota Negara (IKN) mungkin perlu ditunda sementara waktu, dan fokuskan cadangan devisa pada impor minyak dan pangan. Indonesia juga bisa menjalin kesepakatan barter dengan Rusia untuk memperoleh minyak dengan harga lebih murah, namun risiko sanksi Barat perlu diperhitungkan. Dalam perdagangan regional, Indonesia harus memperkuat posisinya di ASEAN, mengelola pasokan yang ada, dan memaksimalkan ekspor komoditas unggulannya, seperti sawit dan nikel.

Krisis pangan juga harus menjadi prioritas utama. Untuk mencapai swasembada beras, dibutuhkan tambahan 500.000 hektar lahan baru dan subsidi pupuk senilai Rp10 triliun. Bulog harus meningkatkan stok beras menjadi 1,5 juta ton untuk mengantisipasi kelangkaan, serta menambah kapasitas gudang dengan anggaran Rp2 triliun. Impor beras dari Australia juga bisa meningkat 30%, namun kendala logistik dan biaya pengangkutan perlu diatasi.

Diplomasi Indonesia harus lincah. Kontrak minyak dengan negara-negara penghasil energi lain, seperti Rusia atau Venezuela, bisa menghemat sekitar $1 miliar per tahun, meskipun ancaman sanksi Barat tetap ada. Dalam konteks ASEAN, Indonesia bisa memimpin blok perdagangan darurat untuk menjaga pasokan energi dan pangan regional. Ekspor sawit dan nikel yang meningkat bisa menambah devisa, namun regulasi lingkungan yang ketat harus tetap diikuti.

Langkah-langkah penghematan energi juga perlu digalakkan, seperti penggunaan bus listrik dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di desa-desa, dengan anggaran sekitar Rp50 triliun dalam dua tahun. Selain itu, UMKM perlu didorong untuk mengakses kredit dengan jumlah lebih besar, dan kampanye hemat energi bisa dilakukan melalui media massa dan masjid untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Surat Trump kepada Iran mungkin saja menjadi salah satu titik balik bagi dunia. Konflik ini berpotensi menghancurkan ekonomi global, dan Indonesia bisa jadi salah satu negara yang paling merasakan dampaknya. Dengan energi yang mandiri, ekonomi yang tangguh, dan perlindungan bagi rakyat, Indonesia bisa bertahan menghadapi badai ini. Tapi, waktu yang ada semakin menipis. Apa yang akan kita pilih? Bersiap dengan nyali dan akal, atau menanti datangnya badai dengan tangan kosong? Keputusan ada di tangan kita, hari ini.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Populer