Connect with us

Analisis

Kemenangan HTS di Suriah dan Pengaruhnya ke Indonesia

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Kemenangan Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad pada 8 Desember lalu memicu euforia di kalangan kelompok oposisi Suriah, seperti HTS, SNA (Syrian National Army), dan SDF (Syrian Democratic Forces). Keberhasilan ini tidak hanya dirayakan di Suriah, tetapi juga menjalar ke Indonesia, terutama di antara kelompok “Jihadis.” Hubungan erat antara HTS dengan sejumlah kelompok Jihadis di Indonesia, seperti Jamaah Islamiyah (JI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Ring Banten, telah tercatat sejak awal konflik Suriah pada 2011.

Latar Belakang Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) 

HTS merupakan salah satu kelompok Jihadis yang bergabung dalam koalisi oposisi Suriah untuk menggulingkan rezim Assad. Sebelumnya, HTS dikenal dengan nama Jabhat al-Nusra, yang berafiliasi dengan al-Qaeda. Namun, pada 2017, kelompok ini memutus hubungan dengan al-Qaeda dan mengubah namanya menjadi HTS sebagai upaya memperluas pengaruh politik dan militer mereka di Suriah.

Seiring waktu, HTS berhasil membangun koneksi dengan berbagai kelompok di luar Suriah, termasuk di Indonesia. Hubungan ini tercermin dari keterlibatan sejumlah kelompok Jihadis Indonesia dalam mendukung HTS, baik secara logistik, finansial, maupun pengiriman kombatan.

Keterlibatan Kelompok Jihadis Indonesia

Jamaah Islamiyah (JI)

Meski telah secara resmi menyatakan membubarkan diri, Jamaah Islamiyah (JI) tetap memiliki pengaruh yang signifikan, terutama di kalangan anggota yang tidak setuju dengan keputusan pembubaran kelompok tersebut, yang dapat bergerak secara individu atau membentuk kelompok-kelompok baru. Berdasarkan data dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), antara 2013 hingga 2018, JI mengirim hampir 100 orang ke Suriah untuk bergabung dengan Jabhat al-Nusra. Para kombatan ini tidak hanya berperan sebagai pejuang, tetapi juga bertugas mencari lahan untuk tempat pelatihan (muazkar) dan jalur distribusi senjata.

Salah satu misi besar JI dimulai pada 2012, ketika pimpinan Neo JI mengirimkan Patria alias Sastro Wardoyo alias SW dan Asykari ke Suriah untuk membangun komunikasi dengan kelompok pemberontak seperti FSA, Suqour al-Sham Brigades, dan Ahrar al-Sham. Pada 2013, mereka mengirimkan Bravo beserta enam anggota lainnya untuk misi serupa. Hingga 2017, setidaknya 58 orang dari JI telah dikirim ke Suriah.

Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) 

MMI juga terlibat dalam mendukung HTS. Salah satu bukti keterlibatan mereka adalah keberadaan Ridwan Abdul Hayie, putra dari tokoh MMI Abu Jibriel, yang bergabung dengan Jabhat al-Nusra dan meninggal di Suriah pada 2015. Kematian Ridwan menjadi simbol dukungan MMI terhadap perjuangan HTS.

Ring Banten

Keterlibatan Ring Banten terlihat dari kematian Umar Pratama, putra Imam Samudra, terpidana kasus bom Bali. Umar meninggal di Suriah pada 2015 ketika bergabung dengan Jabhat al-Nusra. Hal ini menunjukkan koneksi antara kelompok ini dengan jaringan Jihadis di Suriah.

Dampak Kemenangan HTS di Indonesia 

Kemenangan HTS di Suriah telah memicu euforia di kalangan kelompok Jihadis di Indonesia. Meskipun bukti-bukti euforia ini tidak dipublikasikan, beberapa laporan menunjukkan adanya reaksi positif dari kelompok-kelompok terkait di Indonesia. Meski saat ini dampaknya terlihat sebatas glorifikasi dan inspirasi, potensi ancaman jangka panjang tetap ada. Inspirasi dari kemenangan HTS dapat mendorong kebangkitan kelompok yang selama ini dianggap telah melemah, seperti JI, atau memicu aksi-aksi sporadis dari individu yang terpesona oleh keberhasilan tersebut.

Kelompok ISIS, yang merupakan rival utama HTS, justru mencemooh keberhasilan ini, menganggapnya sebagai “kemenangan palsu” yang hanya akan membuka pintu kerja sama dengan Barat. Namun, persaingan antara pendukung HTS dan ISIS di Indonesia dapat memicu aksi-aksi ekstrem sebagai bentuk pembuktian kekuatan masing-masing kelompok.

Apa yang Perlu Diperhatikan?

Kemenangan HTS di Suriah memberikan gambaran jelas tentang bagaimana suatu kelompok bisa membangkitkan semangat kelompok sejenis di negara lain. Meski dampak yang muncul di Indonesia saat ini lebih banyak berbentuk euforia, tidak menutup kemungkinan bahwa kedepannya hal ini akan menginspirasi sejumlah kelompok untuk bergerak lebih aktif, baik melalui jaringan lama maupun individu baru yang bergabung dengan aliran yang serupa.

Mengingat keterlibatan beberapa kelompok Jihadis Indonesia dalam mendukung HTS, termasuk yang telah menyatakan diri membubarkan diri seperti JI, perlu adanya perhatian lebih terhadap potensi gerakan-gerakan yang muncul sebagai reaksi terhadap keberhasilan ini. Meski tidak dapat diprediksi secara pasti, pengaruh dari kemenangan ini tetap dapat memicu pergerakan kelompok ekstrem yang mencoba memanfaatkan momentum untuk melanjutkan agenda mereka.[]

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *