Analisis
Israel Terancam, Sistem Pertahanannya Gagal Hadapi Rudal Yaman

Oleh: Lutfi Awaludin Basori
Serangan rudal hipersonik “Palestine 2” yang diluncurkan oleh Ansarullah Yaman ke Tel Aviv pada akhir pekan ini menggugurkan klaim Israel mengenai kehandalan sistem pertahanan udaranya. Meskipun Israel selama ini memamerkan sistem pertahanan udara canggih mereka, seperti Iron Dome, THAAD (Terminal High Altitude Area Defense), dan David’s Sling, serangan rudal hipersonik yang dilakukan oleh Ansarullah membuktikan bahwa teknologi yang mereka miliki tidak cukup untuk menghadapi ancaman yang semakin kompleks dan tak terduga.
Menurut laporan dari The Jerusalem Post, meskipun Israel telah mengembangkan sistem pertahanan yang terdiri dari beberapa lapisan, serangan rudal kali ini menunjukkan bahwa beberapa dari sistem tersebut memiliki keterbatasan yang signifikan. Iron Dome, misalnya, dirancang untuk menghadapi roket dan rudal dengan kecepatan lebih rendah dan jarak yang lebih pendek. Sistem ini sudah terbukti efektif untuk mencegat ancaman yang dapat diprediksi, seperti roket dan rudal balistik jarak pendek. Namun, rudal hipersonik yang diluncurkan oleh Yaman memiliki kecepatan yang jauh lebih tinggi, dapat mencapai Mach 15 (setara dengan 18,522 km/jam), dan mampu berubah arah di tengah penerbangan, membuatnya hampir mustahil untuk dideteksi dan dicegat tepat waktu oleh Iron Dome.
Sistem THAAD, yang juga digunakan oleh Israel dalam mengatasi ancaman dari Iran dan Yaman, pun tidak dapat menghalau serangan tersebut. Dalam laporan yang dibagika analis militer Elijah J. Magnier di media social menjelaskan, THAAD dan sistem pertahanan Israel lainnya bukanlah solusi yang dirancang untuk menghadapi rudal hipersonik. THAAD, yang dikembangkan oleh Amerika Serikat, lebih fokus pada rudal balistik konvensional dan dirancang untuk mencegat ancaman yang memiliki trajektori yang dapat diprediksi. Kelemahan utama THAAD terletak pada kemampuannya yang terbatas dalam menghadapi rudal dengan kecepatan hipersonik yang bergerak dengan cara yang lebih tidak terduga dan lebih cepat daripada rudal balistik pada umumnya.
Rudal hipersonik, seperti yang digunakan oleh Yaman dalam serangan ini, membawa ancaman yang sangat berbeda dibandingkan dengan misil konvensional. Menurut Britannica, misil balistik adalah senjata yang diluncurkan dengan roket dan mengikuti lintasan balistik untuk mencapai target. Namun, rudal hipersonik, selain bergerak dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi, juga mampu mengubah trajektori penerbangannya, sehingga sulit dilacak dan diintersepsi dengan sistem yang ada saat ini. Selain itu, banyak rudal hipersonik yang dilengkapi dengan teknologi siluman dan peranti gangguan elektronik, yang membuat sistem radar dan sensor yang dimiliki Israel, seperti yang dilaporkan The Jerusalem Post, kesulitan untuk mendeteksi mereka secara efektif.
Sumber-sumber lain, seperti Al-Mayadeen, menyoroti fakta bahwa Yaman, dengan dukungan teknologi dari Iran, terus mengembangkan rudal-rudal baru yang semakin canggih, termasuk rudal hipersonik yang mampu mengelabui sistem pertahanan Israel. Iran, yang selama ini mendukung kelompok Ansarullah di Yaman, telah memodifikasi rudal Shahab-3 dan melengkapi mereka dengan kemampuan manuver pasca-masuki atmosfer yang memungkinkan mereka untuk menghindari intersepsi. Laporan ini mencatat bahwa Yaman kemungkinan besar sudah mulai menggunakan model-model rudal canggih tersebut, seperti yang dilaporkan dalam serangan Oktober lalu, yang awalnya dibantah oleh Israel, namun kini tampaknya membutuhkan evaluasi lebih mendalam.
Kegagalan sistem pertahanan Israel memunculkan pertanyaan besar mengenai kesiapan mereka menghadapi ancaman yang semakin kompleks. Meskipun Israel memiliki waktu untuk mengembangkan teknologi pertahanan baru, kenyataannya adalah perang terus berlangsung, dan setiap serangan yang lolos bisa merusak infrastruktur vital serta meningkatkan ketegangan. Jika Israel tidak segera berbenah, mereka akan terus menjadi sasaran empuk bagi Yaman dan negara-negara pendukungnya.
Dengan terus berkembangnya teknologi rudal hipersonik yang dimiliki Yaman, yang mendapatkan dukungan dari Iran, serangan-serangan tersebut menunjukkan bahwa Israel, meskipun dikenal memiliki sistem pertahanan paling canggih, ternyata tertinggal dalam hal mengantisipasi ancaman baru yang muncul. Serangan-serangan ini tidak hanya mengancam secara fisik, tetapi juga merusak reputasi Israel sebagai kekuatan pertahanan yang tak terkalahkan di kawasan.
Ke depan, jika Israel tidak segera melakukan pembaruan pada sistem pertahanan udaranya, mereka akan terus terancam. Yaman, dengan teknologi yang relatif lebih sederhana, telah menunjukkan kemampuannya untuk menembus sistem pertahanan Israel yang konon paling canggih di dunia. Tanpa langkah cepat untuk beradaptasi dan mengembangkan solusi baru, Israel bisa menjadi sasaran empuk bagi serangan yang lebih intensif di masa depan.