Connect with us

Analisis

Antara Narasi Kemenangan Israel dan Hujan Rudal dari Hizbullah

Published

on

Israel mengklaim telah “menghancurkan” 80 persen gudang senjata Hizbullah — angka yang tampaknya terlalu sempurna untuk tidak dicurigai. Seperti cerita fiksi yang dirancang oleh para ahli strategi militer yang sedang putus asa mempertahankan citra. Jika klaim itu benar, seharusnya mereka sudah membuka botol sampanye untuk merayakan kemenangan. Kenapa tidak? Sisa 20 persen artinya tinggal menjetikkan jari, dan boom, masalah selesai.

Namun, realitas di lapangan berkata sebaliknya. Pada 24 November 2024, Hizbullah justru masih mampu mengguncang Tel Aviv dengan ratusan rudal dan roket. Mungkin rudal-rudal yang katanya “dihancurkan” itu hanya ada dalam imajinasi pihak yang lebih suka bermain angka daripada menghadapi kenyataan. Ya, mungkin kita bisa menyebutnya sebagai mimpi di siang bolong.

Pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tentang “80 persen kekuatan Hizbullah yang sudah lenyap” bisa jadi merupakan salah satu lelucon militer terbesar tahun ini. Jika klaim itu benar, Hizbullah mungkin sekarang hanya mengandalkan batu dan tongkat kayu untuk menyerang, bukan ratusan roket yang melesat cepat menembus langit, menghantam Tel Aviv, dan lokasi strategis lainnya. Apakah ini definisi “hancur lebur”? Kalau iya, mungkin kita harus mengecek ulang definisi kata “hancur.”

Kenyataannya, meski diklaim kehilangan sebagian besar persenjataannya, Hizbullah tidak hanya mampu bertahan, tetapi menyerang dengan presisi dan volume yang mengejutkan. Serangan ke jantung Israel ini bahkan menempatkan Tel Aviv dalam posisi rentan yang sebelumnya tak terbayangkan. Channel 12 melaporkan “rasa takut yang menyelimuti wilayah utara” setelah 250 roket jatuh di berbagai area. Jadi, apakah “80 persen yang telah dihancurkan” itu justru memberi ruang bagi Hizbullah untuk mengatur strategi serangan yang lebih besar?

Menurut wartawan perang veteran, Elijah Magnier, Hizbullah tetap solid dengan komando yang kokoh dan sistem komunikasi yang efisien. “Hezbollah has more missiles than what the Israelis thought,” ujarnya. Jika benar 80 persen senjata mereka telah hancur, bagaimana mereka masih bisa mengguncang tanah yang Israel klaim “tak terkalahkan”? Mungkin, kalkulator Israel sedang bermasalah — atau mungkin angka itu hanya produk propaganda.

Media Israel sendiri mulai kebingungan dengan narasi pemerintah mereka. Walla, misalnya, dengan nada sindiran bertanya, “Bukankah mereka bilang 80 persen roket Hizbullah sudah dihancurkan?” Tentu saja, angka itu cocok untuk propaganda, tetapi realitasnya: roket-roket terus menghujani Israel, sementara sistem pertahanan mereka, Iron Dome, tampaknya lebih sering kewalahan daripada menyelamatkan.

Yang lebih menarik adalah bagaimana Hizbullah kini berhasil menciptakan “kesetaraan strategis” dengan Tel Aviv, sesuatu yang sebelumnya hanya mimpi. Kemenangan ini bukan hanya soal bertahan, tetapi juga soal mengubah dinamika konflik dengan cara yang tak terduga. Israel yang sebelumnya merasa di atas angin kini harus menghadapi kenyataan bahwa Tel Aviv ada dalam jangkauan serangan.

Jadi, jika Israel masih yakin telah mengalahkan 80 persen kekuatan Hizbullah, mungkin sudah waktunya mereka melihat lebih jelas gambaran besar konflik ini. Israel tidak hanya kehilangan roket, tetapi juga kepercayaan pada klaim militernya sendiri. Sementara itu, Hizbullah terus meluncurkan serangan dari segala penjuru, menjadikan Tel Aviv sebagai target empuk.

Mungkin sudah waktunya militer Israel kembali belajar matematika. Jangan-jangan, kekuatan Hizbullah yang “80 persen hancur” itu hanya mitos. Siapa tahu, sebenarnya mereka belum menghancurkan 10 persen pun.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *