Analisis
Abu Mohammad al-Joulani: Kepalsuan dan Warisan Sektarian

Oleh: Elijah J. Magnier (Analis Militer)
Niat sejati Abu Mohammad al-Joulani yang penuh kepalsuan dan ketidakjujuran semakin terbuka saat ia menyambut pemimpin Druze Lebanon, Walid Jumblatt.
Pada periode 2003 hingga 2006, ketika dipenjara di Kamp Bucca, Irak, oleh pasukan AS, Joulani menjabat sebagai emir Takfiri di Nineveh. Ia terlibat aktif dalam pembunuhan terhadap pasukan keamanan Irak dan warga sipil Syiah sebelum serangan Samarra yang terkenal pada Februari 2006. Pada saat itu, pimpinan pusat Al-Qaeda, khususnya Syaikh Ayman al-Zawahiri, menentang pembunuhan sektarian yang dilakukan atas perintah Joulani dan atasannya, Abu Musab al-Zarqawi.
Sejarah ini menggambarkan kepalsuan dari pemimpin de facto yang mengklaim dirinya sebagai pemimpin Suriah, Ahmad al-Sharaa, ketika ia menyatakan: “Apa yang harus kita lakukan dengan peristiwa yang terjadi 1.400 tahun yang lalu? Beberapa pihak [Iran dan sekutunya] datang ke sini untuk membalas dendam kepada rakyat Syam atas peristiwa sejarah yang terjadi lebih dari seribu tahun yang lalu.”
Pernyataannya sangat tidak tulus. Alih-alih berpura-pura tidak tahu, seharusnya ia mengakui perannya dan memohon maaf atas keterlibatannya dalam kekerasan sektarian.
Setelah dibebaskan pada 2008, Joulani melanjutkan aksi pembunuhannya di Irak dan meneruskan kampanye sektariannya hingga ia pindah ke Suriah pada 2011. Dari 2011 hingga 2024, taktik brutalnya terus berlanjut. Bahkan setelah jatuhnya Damaskus, faksi yang dipimpinnya tetap melakukan pembunuhan sektarian, termasuk di Aleppo pada 5 Desember. Tim dari Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) tetap terlibat aktif dalam eksekusi rahasia terhadap tokoh militer dan sipil—aksi yang dengan menyeramkan mirip dengan metode pembunuhan yang ia lakukan di masa lalu.
Pola kekerasan yang terus-menerus ini menunjukkan mengapa perubahan citra Joulani—yang disusun oleh tim spesialis media dari Inggris—akhirnya gagal. Upaya untuk memburamkan citranya tidak bisa menghapus jejak kejahatan sektarian yang tak terhapuskan, yang tetap terpatri dalam ingatan mereka yang telah menderita di bawah kekuasaannya.
*Sumber: Akun X Elijah