Connect with us

Opini

Mengapa Israel Takut dengan Jurnalis?

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Lima jurnalis dibunuh dalam serangan udara Israel yang menghantam sebuah van berita di dekat Rumah Sakit al-Awda, Gaza, yang terletak di tengah kamp pengungsi Nuseirat. Ini bukan cerita baru. Sejak Oktober 2023, lebih dari seratus jurnalis telah kehilangan nyawa mereka, hanya karena mereka melakukan pekerjaan yang sangat sederhana: melaporkan kebenaran. Dan seperti yang biasa terjadi, Israel menuntaskan serangan ini dengan pernyataan klise: “Kami menargetkan kendaraan yang membawa anggota Jihad Islam.” Apa yang sebenarnya mereka takutkan?

Bayangkan, sekelompok jurnalis yang membawa kata-kata dan kamera untuk merekam fakta, dihentikan dalam sekejap oleh serangan yang penuh dengan ketakutan dan kebencian. Kebencian terhadap kebenaran. Israel, negara yang mengklaim diri sebagai demokrasi, ternyata lebih takut pada kamera dan pena daripada pada senjata dan peluru. Mengapa? Karena kamera bisa menangkap kekejaman, bisa mencatat setiap langkah keji yang dilakukan di lapangan. Dan Israel tahu persis, dunia tidak akan membiarkan mereka begitu saja lolos dari pengawasan internasional jika kebenaran tentang Gaza disampaikan tanpa filter.

Pembunuhan ini bukan sebuah insiden, tetapi bagian dari strategi yang lebih besar. Israel mungkin berpikir bahwa dengan menghapus saksi-saksi mata dan pembawa pesan, mereka bisa menutupi kekejaman yang terus terjadi di Gaza. Jika tidak ada yang melaporkan, maka tidak ada yang tahu. Jika tidak ada yang tahu, maka dunia bisa tetap tenang, tidak perlu bertindak. Bukankah itu cara Israel memainkan permainan ini? Menghancurkan kebebasan pers, menekan suara-suara yang tidak ingin mereka dengar. Dan dengan demikian, mereka akan terus berjalan dengan agenda mereka tanpa gangguan.

Jurnalis di Gaza lebih berbahaya bagi Israel daripada kelompok bersenjata apapun. Mereka tidak membawa senjata, mereka hanya membawa kebenaran, dan bagi Israel, kebenaran adalah ancaman terbesar. Jika kebenaran tentang perang ini menyebar, jika dunia tahu apa yang sebenarnya terjadi di Gaza, maka Israel tidak hanya menghadapi serangan militer, tetapi serangan moral yang jauh lebih besar. Pembunuhan jurnalis ini menunjukkan bahwa Israel lebih takut pada citra mereka daripada pada keamanan mereka. Mereka tahu bahwa satu gambar, satu laporan, satu video bisa meruntuhkan semua narasi yang telah mereka bangun selama ini.

Apa tujuan jangka panjang Israel? Mungkin mereka tidak hanya ingin memenangkan perang ini di medan tempur, tetapi mereka ingin menang atas dunia, dengan menguasai narasi yang akan diceritakan kepada generasi mendatang. Mereka ingin dunia melihat Gaza hanya sebagai “teroris” dan “kekerasan,” tanpa menyentuh realitas hidup yang lebih dalam, yaitu penderitaan warga sipil, perkosaan terhadap hak asasi manusia, dan penghilangan hak untuk hidup dengan martabat. Jika Israel dapat membungkam jurnalis, mereka dapat mengendalikan sejarah. Dan sejarah, seperti yang kita ketahui, selalu ditulis oleh pemenang.

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Tidak cukup hanya mengutuk tindakan ini atau menyebarkan informasi di media sosial. Itu adalah langkah pertama, tetapi yang lebih penting adalah mempertanyakan kenapa kita diam sementara kejahatan seperti ini terus berlangsung. Mengapa dunia hanya melihat ke arah lain saat jurnalis dibunuh, saat keluarga di Gaza dihancurkan, saat hak asasi manusia dilanggar tanpa rasa malu? Apakah kita siap untuk menyaksikan dunia menjadi tempat di mana hanya mereka yang bisa mengontrol narasi yang akan menentukan kebenaran?

Saat kita berbicara tentang kebebasan pers, jangan hanya berbicara tentang hak untuk melaporkan, tetapi tentang hak untuk mendengarkan. Jurnalis yang terbunuh di Gaza bukan hanya korban yang jatuh di medan perang, tetapi juga pahlawan yang berani melawan kebohongan besar yang sedang ditulis oleh para penguasa. Dan jika kita benar-benar peduli pada kebebasan, pada kebenaran, maka sudah saatnya kita berdiri bersama mereka yang tidak hanya melaporkan, tetapi juga menantang, mempertanyakan, dan memecah kebekuan narasi yang telah dibangun untuk menutupi kekejaman.

Jadi, mari kita lebih berhati-hati dengan narasi yang kita percayai. Jangan biarkan kebohongan terus diperpanjang. Mari kita terus pertanyakan apa yang tidak dilaporkan. Mari kita pastikan bahwa pembunuhan jurnalis ini bukan hanya kehilangan hidup yang sia-sia, tetapi sebuah pengingat bahwa kebenaran akan selalu dicari, bahkan jika itu harus diungkap dengan harga yang sangat mahal.

 

*Sumber: Al Jazeera

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *